Langit membius, puing-puing berjatuhan, awan tersipu malu dipandangan, kiranya hari ini akan hujan. Aku tetap dengan gayaku sedari awal dengan kedua tanganku memeluk tubuhku sendiri karena takut kedinginan. Perkenalkan namaku Adellia Charla, Orang-orang biasa memanggilku Adel. Konon katanya nama itu dipilihkan oleh kakak laki-lakiku mas Darma namanya. Mas Darma adalah kakak sulungku yang selalu siap menjadi garda terdepan ketika ada orang lain yang membuat air mataku jatuh.
Hari ini adalah jadwal kencanku dengan seseorang yang aku temui enam tahun silam, seseorang yang membuat jantungku berdeguk lebih kencang dari biasanya. Beni namanya. Laki-laki tampan berperawakan tinggi itu berhasil mencuri hatiku sejak Maret 2015. Kami bertemu dalam keramaian namun hanya dia satu-satunya bunyi indah dalam kebisingan.
“Hallo Tuan Putri, sudah siap?” Sapa Beni mmengagetkanku dari belakang
“Sudah siap pangeran”. Sahutku, sembari menerima uluran tangan Beni yang ingin menggandengku
Kami berjalan menuju motor tua Beni yang lumayan unik, warnanya yang asthetic salah satu yang membuatku menjuluki Beni sebagai lelaki sederhana yang tak biasa. Maret 2021 hari ini tepat enam tahun. Enam tahun silam aku dan Beni menjalin komitmen bersama untuk saling mengisi dalam suka maupun duka, entah suatu hari nanti Beni jodohku atau bukan, yang sedang ku perjuangkan saat ini adalah bagaimana kami menjalani hari-hari tanpa saling mengabaikan. Meski kami terkadang saling bersihkukuh, menepis ego masing-masing, tapi kami tak pernah lupa bahwa kami sama-sama punya rumah tempat pulang aku adalah pada Beni dan Beni adalah pada aku.
Tiba-tiba ada sepasang badut yang menghampiriku sedang duduk disebuah taman. Badut itu terlihat lucu dengan bintik warna-warni menghiasi kostumnya, sembari memandanginya tiba-tiba badut itu memberiku bucket bunga lengkap dengan surat didalamnya. Berbarengan dengan adegan romantis si badut, Beni menghampiriku membawa alat musik petikan sembari menyayikan lagu romantis disisiku. Tangannya dengan piawai memainkan gitar, mulutnya yang terbiasa berkata halus menyayikan lagu romantis itu dengan penuh senyuman. Aku tersenyum, tangannya menarikku lebih dekat ke sisinya.
“Selamat hari istimewa, maaf atas segala kurang dan salah. Mari perbaiki bersama, aku selalu mengusahakan yang terbaik untuk kita”.
Kata itu keluar dari mulut lelaki sederhanaku. Beni, terima kasih untuk segalanya hari ini dan hari-hari setelah ini ku pastikan rasa ini akan terus bertumbuh sampai kita tutup usia. Aku adalah satu-satunya atas nama Adel yang menemukan keberuntungan memiliki seseorang yang jauh dari ekspetasi awal. Jujur saja sosok Beni pada awalnya ku pandang sebagai sosok dingin, tak romantis, jauh dari sifat perhatian. Ternyata salah, sebaliknya dia adalah sosok peduli yang amat penyayang terlebih ketika melihatku sedih dan merasa kesusahan. Aku merasa menjadi satu-satunya wanita paling beruntung di dunia. Terdengar sangat klise alasanku menyukai Beni karena ia sederhana dan selalu menampilkan dirinya dengan apa adanya tetapi hal itu tak pernah mengurangi ketampanannya. Dia Beniku seseorang yang hingga hari ini masih dengan setia memperjuangkanku.
Kau adalah sosok yang kutemui dalam kebisingan
Bagiku tak pernah ada bunyi yang lebih indah
dari sapaanmu
Kau tak pernah membuatku merasa sendiri
dalam setiap langkahku
Seperti selalu kau pastikan, bahwa kau ikut mengiringiku
Aku adalah sosok seberuntung itu
Menemukanmu menjadikanku terselamatkan dari
masa laluku
Trima kasih cintaku
Selamat hari jadi kita semoga selalu bahagia.
Bunyi surat dari lelakiku, ku baca diiringi senyum simpul dibibirku sembari berbaring diatas tempat tidur berselimut sutera yang menghantarkanku terlelap dalam mimpi.
Pagi begitu cerah diselimuti embun yang berceceran dalam dingin. Hari ini kepalaku sedikit pusing entah mengapa, mungkin karena tidur terlalu malam. Aku bergegas mengambil keputusan untuk turun ke bawah mengambil makanan, barangkali setelah ini pusing yang menggangguku sedari tadi bisa disembukan dengan makan. Ternyata, ketika tangan mungilku memegang sendok dan siap untuk melahap nasi goreng buatan Bibi entah mengapa tubuhku gemetar dan aku jatuh pingsan. Ayah begitu panik, ia menggendongku ke arah mobil dan bergegas membawaku ke rumah sakit, ibu yang sedari tadi di dapur ikut lari mengikuti arah ayah yang menggendongku sembari menangis tak berhenti melihat buah hati perempuannya jatuh pingsan.
“Bisa berbicara dengan orang tua pasien?” Doktor melirik ayahku dengan tatapan tajam, entah apa yang terjadi denganku aku tidak tahu. Ayah bergegas keluar mengikuti doktor untuk berbicara terkait kondisiku saat ini.
“Saudari Adel didiagnosa menderita kanker otak stadium akhir, mungkin penyakit ini sudah lama namun disembunyikan oleh saudari Adel atau dia tidak tahu sebelumnya”
“Enggak mungkin Dok anak saya sejauh ini baik-baik saja hanya saja dia tadi pagi merasa kepalanya pusing, mungkin Doktor salah periksa”
“Tidak pak, kami tidak salah periksa ini ada hasil labnya silahkan dibaca”. Kata Doktor sambil menyodorkan kertas putih berisi hasil labku.
Ayah begitu terpukul, aku melihat tubuhnya begitu gemetar mendengar pernyataan Doktor bahwa anak perempuannya sakit parah. Aku menangis sejadi-jadinya namun aku tetap berusaha kuat demi ayah dan ibu. Kepalaku kembali pusing ibu menenangkanku agar aku bisa beristirahat. Seketika itu aku tak lupa mengabari Beni dengan nada terisak aku menelponnya dan meyampaikan kabar itu, Beni terdengar sangat khawatir akan hal itu. Lelaki itu tiba di Rumah Sakit satu jam setelah aku mengabarinya. Beni terlihat begitu terpukul, dan ini adalah pertama kalinya aku melihat air mata lelaki yang ku cintai jatuh karena aku. Begitu ku lihat binary mata Beni yang amat sangat mencintaiku aku merasa taku meninggalkannya karena aaku tahu pasti usiaku tak akan lama. Begitulah pesimisku setelah mendengar keterangan Doktor mengenai sakitku.
Hari-hari aku lewati dengan balutan kain dikepalaku setidaknya ada puluhan rambut, ratusan, bahkan ribuan yang rontok setelah aku melakukan kemo terapi. Aku tetap beersaha kuat menahan sakitku, aku tidak sendiri setiap hari Beni datang membawa bunga dan coklat meski pada akhirnya coklat itu tak ku makan tapi hal itu lebih dari cukup untuk menguatkanku. Suatu hari kepalaku sangat sakit ayah, ibu, dan Beni yang kebetulan ada didekatku sangat mengkhawatirkanku, Beni duduk dibawah kursi yang ku duduki dia bersimpuh memegang tanganku erat-erat sembari membisikkan ditelingaku bahwa dia sangat menyayangiku, apapun yang terjadi.
Wanita kuat bukan hanya ia yang mampu menjinjing beban berat tapi ia yang selalu mampu bersikap tenang separah apapun kondsi yang ia hadapi. Wanita kuat bukan hanya ia yang mampu menggantikan segala tugas seorang lelaki tapi ia yang selalu berusaha menjalani kodratnya dengan baik dan selalu berusaha menebar senyum bagi banyak orang apapun yang terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar