Mimpi selalu berani mendobrak masa depan. Tatkala hati
Dinanti dipenuhi mimpi-mimpi dalam sebuah perjalanan yang begitu panjang.
Dinanti adalah remaja perempuan yang duduk dibangku perkuliahan. Malam pekat,
menjelma menjadi begitu dekat. Ia berjalan melenggang, menyaksikan beberapa
pertunjukan alam dengan desir angin sore yang melambai-lambai diselimuti langit
jingga. Hari ini Dinanti ada pertemuan dengan kawan organisasinya.
Sore menjemput magrib, suara adzan berkumandang begitu merdu
dan lihai. Dinanti terlihat memasang sajadah, mengenakan mukena bercorak
bunga-bunga, bersimpuh kepada sang pencipta. Seberes sholat ia menghubungi
kawannya.
“Nanti kamu jemput jam berapa?” bunyi pesannya
“Kalau mau otw aku kabari, ya” ujar kawan Dinanti
Membaca pesan tersebut Dinanti bergegas membereskan apa-apa
yang ada dalam dirinya. Mulai berdandan sederhana dan merapikan jilbab hitam
yang dikenakannya malam itu.
“Aku didepan” kata kawannya
Notifikasi itu muncul di telepon genggamnya, Dinanti
bergegas turun, sebuah kos gagah berwarna hijau menjadi saksinya. Terlihat
perempuan mengenakan jaket biru, duduk diatas sepeda yang terlihat dari lantai
atas tempat dimana Dinanti hendak turun.
Tanpa menunggu lama mereka berangkat, menyusuri jalan-jalan
yang diapit rumah-rumah warga dan kos-kosan yang beraneka warna temboknya.
Mereka tiba ditempat yang disebut perkopian. Disebuah lahan sisa bangunan, kawan
Dinanti yang biasa ia panggil Yuliana memarkir motor bebeknya, kemudian mereka
berdua memasuki sebuah ruangan yang sudah penuh dengan orang-orang.
Kala itu semua sudah bersiap, sebuah rapat akan segera
dimulai. Rapat dengan bertemakan sebuah keorganisasian yang mulai dihelat
seberes sholat isya’. Dinanti menjabat menjadi koordinator di salah satu divisi
yang berada dalam organisasinya, sedang ia duduk bersebelahan dengan ketua umum
yang memimpin organisasinya.
Kala itu ia melihat sebuah case bercorak biru putih,
ia spontan mengatakan bahwa keduanya memiliki persamaan, tapi berbeda. Kata
Dinanti case yang ia miliki merupakan case milik calon ketua
sedangkan yang bersebelahan milik si ketua. Serentak manusia-manusia yang ada
diruangan tersebut tersenyum merekah, ada beberapa yang tertawa renyah.
Rapat berlangsung dengan begitu hikmat, seluruh pasang
telinga mendengarkan, dan banyak mata terbelalak dengan moderator yang memimpin
rapat dengan agenda keorganisasian itu. Beberapa orang terlihat mengacungkan
tangan dan mengutarakan pertanyaan.
Waktu berjalan begitu cepat saat pukul menunjukan jam 22.00
WIB rapat diakhiri dengan salam dan seluruh peserta rapat meninggalkan
tempatnya. Oh ya, dengar-dengar besok akan ada pertemuan ulang penentuan ketua
umum baru di sebuah organisasi yang bernama aksara mandala.
Organisasi Aksara Mandala bergerak dalam bidang kepenulisan
dan penalaran. Segala rencana telah tersusun rapi, konsepan acara siap
dieksekusi. Pagi-pagi sekali undangan datang, menjelma menjadi penikmat acara
yang memasang mata dan telinga.
Hari ini Dinanti datang dengan Renjana. Seorang kawan yang
kosnya didepan kosan Dinanti. Menggunakan motor bebek bercorak putih dan biru
Dinanti dan Renjana menyusuri jalan yang penuh hiruk pikuk kendaraan.
Tak lama kemudian mereka sampai diparkiran, didepan gedung megah
yang terbuat dari beton-beton gagah. Dinanti dan Renjana bergegas menuju tempat
duduk yang telah disediakan, mereka duduk dibangku ke dua dari depan. Oh ya
hari ini mereka mengenakan baju seragam.
Acara pagi itu diawali dengan pembukaan, dan beberapa acara
pendukung, hingga pada acara inti. Acara inti inilah yang membuat jantung
Dinanti berdeguk lebih kencang dari biasanya. Ya, dibagian inilah tanggung
jawab besar dilimpahkan kepadanya.
Dinanti terpilih menjadi ketua umum baru dari Organisasi Aksara
Mandala, sebuah organisasi besar yang bergerak dalam bidang kepenulisan dan
penalaran. Entah apa yang ia rasakan, campur aduk menjadi satu. Perasaan takut,
hingga rasa pesimis tak mampu menjalankan amanah yang ia terima.
Hingga pada malam hari yang begitu sepi, malam Dinanti tak seasik
hari-hari sebelumnya. Ia benar-benar kebingungan, ia tak percaya, beberapa kali
mencubit lengannya. Lengan yang ia bungkus dengan pakaian hitam panjang itu
beberapa kali menjadi bahan percobaan untuk membuktikan ini mimpi atau nyata.
Gundah gulana, itulah ungkapan yang tepat dan menyelimuti
perasaan Dinanti selama tiga hari setelah hari itu. Hingga dihari ke empat
ia mulai bergerak untuk merangkai apa-apa yang akan ia berikan pada Organisasi Aksara
Mandala tercinta.
Sejenak ia sadar, itu adalah sebuah lelucon yang menjadi
nyata. Dari sebuah lelucon case putih biru menjadi kenyataan yang tak pernah
ia bayangkan sebelumnya. Lelucon itu juga berubah menjadi tanggung jawab yang
amat panjang. Namun Dinanti percaya bahwa pundak dan kakinya akan selalu
berjalan beriringan.
Selesai.